(Kalimantan-News) – Indonesia merupakan negara yang padat penduduknya. Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat tahun 2011 lalu jumlah penduduk di Indonesia mencapai 241 juta jiwa. Dan diperkirakan akhir tahun 2012 mendatang jumlah penduduk di Indonesia akan mencapai 245 juta jiwa. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, berbagai aktivatas manusia di muka bumi juga meningkat. Munculnya aktifitas manusia yang semakin beragam justru memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan. Salah satunya adalah semakin meningkatnya produksi sampah di Indonesia.

Di Kabupaten Sintang khususnya, sekitar 30 ton sampah dihasilkan setiap harinya. Sampah-sampah yang dihasilkan kebanyakan merupakan sampah rumah tangga. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penumpukan sampah di tempat-tempat pembuangan sementara (TPS). Selain itu penumpukan sampah juga terjadi di tempat-tempat umum, seperti yang terlihat di Pasar Sungai Durian Sintang.

Minimnya kesadaran  dari masyarakat merupakan penyebab utama permasalahan ini. Keberadaan sampah-sampah tersebut seolah menjadi angin lalu bagi masyarakat sekitar. Mereka tidak mau ambil pusing dan memilih bersikap acuh tak acuh. Toh sudah ada petugas kebersihan yang bertanggung jawab dengan hal itu. Padahal sebenarnya masalah ini merupakan tanggung jawab kita bersama.

Tanpa kita sadari keberadaan sampah-sampah tersebut ternyata menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan. Diantaranya merusak keindahan kota, menimbulkan berbagai penyakit, penyebab utama banjir, dll. Hal ini akan berkembang menjadi permasalahan yang sangat serius jika tidak segera ditangani.

Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk meminimalisir produksi sampah yang berlebihan demi menyelamatkan lingkungan. Langkah kecil yang bisa dilakukan adalah dengan cara membuang sampah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yakni pukul 18:00-06:00 wib.

Hal ini dapat membantu mengurangi penumpukan sampah di tempat-tempat pembuangan sementara (TPS) pada siang hari. Namun sebenarnya membuang sampah pada tempatnya dan sesuai waktunya saja tidak cukup. Perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengurangi produksi sampah. Salah satunya adalah dengan mendaur ulang sampah dengan cara 3R (Reduce/mengurangi, Reuse/memakai kembali, dan Recycle/mendaur ulang).

Produksi sampah bisa dikurangi dengan cara mengurangi pemakaian barang-barang yang dapat menghasilkan sampah yang berlebihan. Selain itu menggunakan atau memanfaatkan barang-barang yang dapat diolah kembali, serta menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan, misalnya tidak menggunakan kantong-kantong plastik karena kantong plastik sangat sulit diuraikan.

Satu lagi yang tidak kalah penting yaitu pemanfaatan kembali sampah-sampah menjadi barang-barang yang bermanfaat. Contohnya: pembuatan pupuk kompos, menciptakan suatu kreasi dari sampah yang bernilai ekonomis misalnya membuat tas dari bungkus kopi, atau mengolah kembali plastik bekas menjadi bijih plastik untuk dijadikan berbagai peralatan rumah tangga seperti ember, dll.

Selain itu dukungan dari pemerintah juga dirasa perlu. Pemerintah seharusnya mengeluarkan peraturan menyangkut penanganan masalah sampah. Para pelanggar harus diberikan sanksi yang tegas agar tidak mengulanginya.

Melalui cara-cara tersebut diharapkan dapat membantu mengatasi kerusakan lingkungan. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan tanggung jawab kita bersama. Oleh karena itu, mulai dari sekarang mari kita jaga kebersihan lingkungan kita dan mari kita wujudkan ”Sintang Kota Bersemi”.

Improving Carrying Capacity By Developing Rainwater Harvesting: A Case of Oyo Watershed, Gunungkidul, Indonesia

Widodo B.1; R. Lupiyanto2; and A.H. Malik3
1Department of Environmental Engineering, FTSP, Universitas Islam Indonesia (UII)
2Center for Environmental Studies (PSL), UII
3Professor of Dept. of Environmental Sciences, CIIT, Abbottabat, Pakistan
e-mail:

 Abstract

 Oyo watershed, which mainly consists of rural area with 517,352 inhabitants and 0.65%/annum population growth, is one of degraded watersheds in Indonesia. Although the local government has formulated various watershed developments, the agriculture productivity of this area is still low. Water resources are the main factor that influences the low carrying capacity of its agriculture sector. Its abundant water availability (225,278,277 m3/year) indicates the potential water carrying capacity. With the annual rainfall of 1,858 mm and the low water demand (25,095,223 m3/year), it has a potential water surplus of 200,183,054 m3/year. In reality, due to the low rainwater harvesting, the carrying capacity is also low, indicated by the value of 0.67 with the population pressure of 1.49. This causes a revenue deficit for farmers who earn Rp 160,017.36 million/year while the normal living cost is Rp 2,483,289.60 million. This indicates the low optimality of water resources management. Therefore, the main target of Oyo Watershed management program is to use the available rainwater optimally to guarantee the stability of water availability in dry seasons.

Keywords : carrying capacity, oyo watershed, rainwater harvesting

Penggunaan Membran Keramik untuk Menurunkan Bakteri E. Coli dan otal Suspended Solid (TSS) pada Air Permukaan

Kasam, Eko Siswoyo, Rina Ayu Agustina
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia

Jalan Kaliurang Km 14,4 Yogyakarta Telp (0274) 896440
e-mail:

Abstract

 Air permukaan biasanya mengandung berbagai parameter pencemar yang merugikan jika air tersebut akan digunakan sebagai air minum. Adapun parameter yang cukup tinggi pada air permukaan adalah bakteri E. Coli dan Total Suspended Solid (TSS). Salah satu alternative pengolahan untuk parameter bakteri E. Coli dan TSS adalah dengan filtrasi dengan membran filter. Membran keramik adalah salah satu alat yang bisa digunakan sebagai filter pada air permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja membran keramik dalam menurunkan E.Coli dan TSS pada air permukan. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan membran keramik ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm yang terbuat dari tanah lempung, pasir kwarsa dan serbuk gergaji dengan komposisi 7,5% (membran 1) dan 10% (membran 2) bertujuan untuk membuat porositas dan pembakaran pada temperatur 900 – 1200 oC. Selanjutnya air permukaan dialirkan pada membran keramik secara kontinyu. Pengujian E.Coli dan TSS dilakukan pada menit ke 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 dari waktu pengaliran. Dari hasil pengujian E. Coli dan TSS, diketahui bahwa membran keramik dapat menurunkan parameter E.Coli dan TSS pada air permukaan. E. Coli menurun hingga 98% untuk kedua membran 7,5% dan 10% serbuk gergaji. Sedangkan TSS menurun hingga 72,55% pada membran keramik 7,5% dan 65,22% pada membran 10%.

Keywords : Air permukan, Membran keramik, E.Coli, TSS

Penurunan Logam Berat Timbal (Pb) pada Limbah Cair Laboratorium Kualitas Lingkungan UII dengan Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes)

Eko Siswoyo, Kasam, Dian Widyanti
Program Studi Teknik Lingkungan, FTSP, Universitas Islam Indonesia
Jalan Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta
e-mail:

Biofilms and Drinking Water

Ursula Obst
Forschungszentrum Karlsruhe, Institut für Technische Chemie, Bereich Wasser- und Geotechnologie (ITC-WGT)
Abt. Mikrobiologie natürlicher und technischer Grenzflächen
Hermann-von-Helmholtz-Platz 1, 76344 Eggenstein-Leopoldshafen
e-mail:

Abstract

 The preferred and dominant life forms of environmental microorganisms are biofilms adherent to surfaces. Thus, biofilm-forming bacteria are present in any source water for drinking water treatment such as soil bacteria in groundwater and mat-forming and fecal bacteria in river water. Biofilms may colonize and clog water transporting pipes in wells but can also support cleaning of water during natural (bankment) and technical filtration steps. Treatment and disinfection do not completely eliminate but only reduce the number of biofilm-forming bacteria. Surviving bacteria are often able to express enhanced persistence and form again biofilms shortly after water treatment steps. Thus, biofilms are transported into the pipes, are always present in the distribution net and cannot be completely avoided. They can act as a shelter for pathogens and may induce corrosion of pipe material or smell and taste problems. The manipulation of biofilms by special processing or construction materials during drinking water treatment and distribution is one of the big challenges in water industry.

Keywords : biofilm, dringking water, bacteria, water treatment

Revolusi Industri, Ledakan Penduduk, dan Masalah Lingkungan

M. Baiquni
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta